SENJA DIBATAS HAYAT


karya: Bambang Sutrisno

            Setahun yang lalu ketika aris masih bersama teman-temannya yang lain, aris sangat bahagia. Hari-hari yang ia lalui selalu penuh dengan canda, tawa, ceria bersama teman-temannya. Ketika itu aris lebih banyak berkumpul setiap sore bersama teman sebayanya. Teman-teman arispun sudah merasa terbiasa dengan tingkah yang dilakukan oleh aris, bahkan mereka tidak pernah marah, entah ketika aris bersama mereka. Mereka merasa ada yang berbeda, suasana di tempat itu menjadi lebih hidup ketimbang  disaat aris tidak bersama mereka.
            Canda serta gelak tawa selalu menyertai aris, entah darimana ia belajar dari sahabatnya, atau mungkin dari warisan orang tuanya, tapi tidak juga kalau diperhatikan orang tua aris lebih pendiam dan tidak banyak omong. Sembilan pluh derajat jauh berbeda dari orang tuanya. Aris memang terkenal sebagai anak periang, tidak sombong selalu menghargai teman-temannya. Karna siksp itulah aris banyak disukai oleh teman sebayanya bahkan warga sekalipun.
            Mudah menjalankan hari-harinya yang mungkin jauh berbeda dengan dirinya.  Walaupun kesulitan ekonomi yang dihadapi sering sekali membuat hati aris kesal dan mengeluh. Namun, aris tidak pernah menampakkan kekesalannya itu pada oranglain. Bagi aris walaupun ia susah, namun, selama ia masih bisa berusaha untuk mencari nafkah yang halal pantang baginya dan keluarga aris untuk meminta belas kasihan orang lain.
            Sering aris mendapatkan hal yang tidak ia inginkan, seperti cemoohan dan makian dari orang-orang yang tidak senang dengan keluarganya. Namun, aris tidak memperdulikannya, ia menganggap itu semua hanyalah angin belaka. Lagian toh aris sekarang masih banyak yang menyukainya ketimbang yang  tidak suka. Mungkin satu disbanding duapuluhan, banyak yang suka ketimbang tidak sukanya, lagi pula aris merasa tidak pernah mengganggu orang tersebut.
            “biasa orang sirik mungkin” aris menganggap mereka.
            Entah apa yang aris lakukan hingga ia mendapat cemoohan dari orang-orang yang tidak senang dengan aris. Ya seperti biasa aris hanya membiarkan tingkah mereka, entah kadang karena aris masih cukup muda untuk melayani hal yang menurut aris tidak penting itu. Walaupun begitu aris terkadang sepat juga termenung dengan wajahnya ditadahkannya kelangit dan awan-awan yang memenuhi alam nan biru yang sedang berjalan dan berubah seolah bermain atraksi seperti di sirkuit-sirkuit yang ada di acara TV.
            Walaupun kehidupan aris dan keluarganya kurang daripada kehidupan sederhana seperti orang-orang lainnya, tapi aris tetap riang. Ia tidak segan-segan mengumpuli barang bekas yang ada dijalannan maupun diselokan, walaupun aris masih bermain dengan teman-temannya. Terkadang tampak pada wajah teman-teman aris mereka merasa malu, tapi teman arispun tidak menghiraukannya. Karna mereka tau, memang itu kebiasaan aris. Hanya arislah yang terkenal ulet diantara mereka, walaupun teman sebayanya bayak yang bernasip sama denga aris. Namun, mereka belum lagi mau mengikuti jejak aris, mereka masih merasa bermain itu lebih penting daripada bekerja.
            Setiap berjalan kemanapun kaki aris melangkah, dan melintasi tong-tong sampah ia selalu menghampirinya bagi aris tong sampah adalah harta karun yang sayang kalau dilewatkan dan harta yang tak terbilang harganya. Ia selalu memunguti  barang-barang  rongsokan yang terdapat di dalamnya untuk dijual kepada para tengkulak-tengkulak rongsokan, walaupun terkadang harga yang ditawarkan tidak sebanding dengan apa yang dihasilkan. Tapi itulah aris, ia tidak pernah menyerah hanya demi himpitan ekonomi yang semangkin tidak bersahabat. Banyak kebijakan-kebijakan yang diambil oleh para ngota gangster tidak sesuai dengan apa yang dialamai oleh masyarakat kecil seperti aris, merekapun bosan dengan janji-janji yang ditawarkan oleh pejabat mlm yang tidak pasti, dan selalu mencekik leher mungil mereka. Mereka berdalih untuk rakyat kecil, namun, nyatanya rakyat mengalami sebaliknya, tikus-tikus bertebaran dimana-mana bahkan membuka cabang sampai kedalam jerami sekalipun.
            Kini kucing-kucingpun sudah tak mau menangkap tikus-tikus yang semangkin meraja lela, seolah mereka saat ini telah bersahabat dan bahkan saling melindungi. Jadi susah untuk membendung kinerja tikus yang semangkin licik. Akan tetapi aris tetap menyambut pasrah dan tabah, ia selalu bersyukur atas apa yang telah ia dan keluarganya peroleh, mungkin ini jalan terbaik yang di atur oleh sang pencipta atas jalan hidup mereka. Akan tetapi aris tidak pernah jauh berharap dan yakin bahwa dalan hidup mereka saat ini akan berujung kepada hal yang tidak dapat dibayangkan oleh aris dan keluarganya untuk masa depan mereka selama mereka masih mau merubahnya. Karna prinsip itulah aris selalu optimis akan hidup kelak dan selalu ceria menjalani hari-harinya.
            Setahun yang lalau juga aris masih sempat mebantu ayahnya yang sedang dalam perawatan karna mengalamai kecelakaan disaat bekerja sebagai buruh bangunan di salah satu gedung yang ada di kotanya. Keadaan ayahnya tidak terlalu parah, hanya saja akibat kecelakaan itu ayahnya harus merelakan salah satu jari tangannya harus diaputasi karna telah remuk tertimpa besi ketika sedang dalam bekerja. Sementara itu ibu aris hanyalah seorang buruh cuci keliling yang penghasilannya tidak seberapa. Karna kecelakaan itu aris harus merelakan tabungannya yang selama ini ia kumpulkan bertahun-tahun dari hasil jual barang bekas yang rencananya ia akan membeli sebuah tempat tinggal yang sederhana, untuk biaya berobat ayahnya. Selama ini ia masih hidup menyewa disebuah rumah kumuh yang sangat tidak layak untuk ditempati. Tapi apalah daya memang itu mungkin nasip mereka yang harus hidup dibawah tekanan yang mungkin tidak pernah dirasakan oleh para pejabat tinggi di negara ini.
            Bau yang tidak sedap selalu menghampiri rumah mereka, siang maupun malam dari salah satu pembuangan sampah yang ada tidak jauh dari tempat mereka tinggal. Dari kejadian itu aris mulai merasa ada yang berbeda di dalam kesehariannya. Perlahan tapi pasti arispun mulai menjalankan hidupnya dari awal lagi. Semenjak tabungannya ludes aris sudah jarang bergaul lagi dengan temannya. Semenjak itu pula teman-teman arispun merasa ada yang berbeda terhadap tinggakah aris. Sempat ada salah seorang temannya yang mungkin sangat perihatin terhadap aris menegurnya
            “ris, kenapa kau selama ini sudah kelihatan lebih murung dari hari-hari sebelumnya?” salah satu teman aris menegur
            “ah… itu suman perasaaan kalian aja, biasa aja lagi, aku masih seperti yang dulu kok” aris menyangkal, dan dia tidak ingin melihat perubahan sikap pada teman-temannya.
            “ah, gak kau lebih pendiam sekarang ketimbang dulu, jauh kali perbedaannya. Biasa kau selalu ceria, dimanapun itu, bahkan aku perhatikan masalah yang lebih sulitpun kau masih sempat untuk tersenyum. Tapi akulihat kau sekarang tidak seperti dulu. Emangnya ada masalah apa sehingga membuat temanku yang satu ini menjadi lebih pendiam, ngomongdong dengan kita-kita ini”
            “iaa… ris mungkin kami bisa ngebantu, ia gak teman-teman…!”
            “ ia, betul itu, cerita dong dengan kami-kami ini” para teman arispum membujuk aris agar mau memnceritakan masalahnya dengan mereka.
            “enggak, biasa aja kok, ah… ini Cuma penilaian kalian aja yang berlebihan,tidak ada masalah yang serius kok, suer…” aris mencoba mengelak dan merundukka kepalanya.
            “ ahh… kau bohong, mana mungkin kau tidak ada masalah, ayolah ris jangan seperti itu, kamu taukan kami ini kan teman-teman kamu, bahkan saya pribadi sudah mengangap kau lebih dari teman, bahkan sudah seperti keluarga gitulah kira-kira” teman arispun mulai membujuknya kembali.
            “ ia, aku tau itu, tapi benerkok aku tidak ada masalah yang serius kok”
            “ kalau tidak ada masalah serius kenapa kamu menjadi lebih pendiam seperti ini, coba ceria dong seperti biasa”
            “ ia bener itu, ceria dong ris. Ah, tapi itu terserah kamu juga sih mau cerita atau tidak”
            “ hussss… diam kamu rif, awas kamu kalu ngomong lagi”
            “ jadi mau kamu apa man?”
            “gak ada, aku gak suka aja kamu ngomong gitu, temennya lagi kesusahan malah kamu ngomong seperti itu”
            “ Ooo… jadi kamu gak senang man?”
            “ ah… sudah, sudah, malah berantem lagi disini, ini bukan tempat berantem taok, ya sudah aku mau pulang dulu” arispun berlalu dengan sendirinya.
            “ris… ris… ris… sory ris…”
            “ ah kamu juga sih, kan jadi pergi dia”
            “ ya… ia… aku minta maaf”
            Arispun berlalu meninggalkan teman-temannya menuju kerumahnya. Sesampainya dirumah ia berehat disebuah tumpukan kardus dan membaringkan tubuhnya. Ia memikirkan, bagai mana cara mengembalikan uang yang ia tabung saat itu. Aris telah merasa bosan hidup terus menerus didera kemiskinan, ahirnya arispun menyerah dengan nasip yang ia alami saat ini. Ia ingin berubah menjadi lebih baik dari yang ia jalani hari ini dan hari-hari kemarinnya. Dengan bermodalkan keahlian yang ia miliki seadanya dan pengalaman ketika ia pernah ikut menjajakan Koran ketika masih kecil dahulu ia mulai menghitung sisa-sisa uang yang ia miliki saat itu.
            “ Alhamdulillah cukup, untuk modal usaha” gumam aris.
            Arispun mengawali hidup barunya dengan menjadi pedagang kaki lima, dengan menjajakan Koran di sekeliling kota dan sisa serta keuntungannya sebahagian ia tabungkan. Karna kebiasaan menbung dan hemat yang dimiliki oleh aris maka tabungan arispun semangkin banyak dan cukup untuk menutupi tabungan yang ia keluarkan dahulu. Dan arispun berniat untuk membeli rumah sederhana dan melanjutkan usahanya disana bersama ibu dan ayahnya.
            Dan setahun yang lalu pula aris masih menjalani usahnya dengan penuh semangat, sehingga ia mendapatkan hasil yang ia idam-idamkan selama ini. Yakni sebuah rumah sederhana yang ia harap-harapkan selama ini, bahkan lebih bagus dari rumah yang ia sewa sebelumnya bersama keluarganya. Dirumah yang barunya, aris dan keluarganya mendapatkan kebahagian yang selama ini selalu mereka bayang-bayangkan. Walaupun aris tidak pernah mengenyam yang namanya dunia pendidikan, namun, membaca dan berhitungnya patut di acungi jempol. Tidak kalah dengan anak-anak lainnya yang pernah mengenyam dunia pendidikan. Sementara itu usaha yang dijalani oleh arispun semangkin berkembang pesat. Kini aris tidak hanya menjadi penjaja Koran di kaki lima bahkan ia telah memiliki beberapa kios kecil yang cukup untuk menafkahi ia dan keluarganya.
            Bulan demi bulan ia lalui usahanyapun semangkin berkembang, entah ilmu apa yang ia gunakan, sehingga ia mampu mengatur uang dan mempergunakannya dan ia cukup sukses hanya dalam waktu singkat. Tapi itu tidak jauh dari keuletannya serta ketabahan dan semangat yang ia miliki juga rasa syukur atas apa yang telah ia peroleh. Dalam waktu yang tidak begitu lama juga ia telah mampu membeli sebuah ruko (rumah toko) tempat ia berusaha bahkan ia telah mampu membawa beberapa temannya untuk bekerja dengannya di rukohnya tersebut.
            Walaupun kini aris sudah mengalami proses hidup yang lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya, ia tetap tak berlagak sombong, ia tetap ramah dan selalu menghargai orang-orang yang berada disekelilingnya. Karna ia tetap sadar bahwa apa yang ia miliki selama ini tidak kekal untuk selamanya, masih ada orang yang lebih susah darinya. Karna kesadaran itulah aris tidak pernah merasa tinggi hati.
            Aris kini telah berubah, keyakinan atas impiannya selama ini telah terbukti. Namun, ia masih merasa kurang apa bila ia tidak membantu sesama yang membutuhkan. Selama ia menjadi orang yang lebih berada ia tidak pernah kikir, ia selalu menunaikan kewajibannya, seperti bersedekah, membantu sesama dan ia menjadi orang yang sangat dermawan. Sehingga orang-orang yang mengenalnya bahkan tetangga sekelilingnya menyenanginya. Karna sifatnya yang tidak pernah berubah dari ketika masih susah dahulu hingga pada saat ini. Ia lebih memperdulikan orang-orang di sekelilingnya dan tetap menjadi seorang yang periang.
            Kini hari-hari aris lebih bersinar dari sebelumnya, dan ia menuju kedepan rukoh tepat usahanya, tepat di persimpangan jalan ia melihat seorang anak yang sedang memunguti sisa-sisa gelas minuman persis seperti ia dahulu dan iapun tersenyum melihat anak tersebut. Dan seketika sebuah truk melintas menghampiri anak tersebut dan arispun tercengang, dan arispun menghampiri anak tersebut. Tidak begitu lama semenjak itu, penglihatan aris menjadi berkunang-kunang, darikepala arispum mengalir cairan kental merah membasahi tubuhnya. Dan seketika terlintas senyuman dibibirnya dan pandangan arispun semangkin gelap bagaikan malam tiada bulan dan bintang yang berserakan diatas ubun-ubun bumi yang tak pernah henti menyaksikan hidup yang penuh dengan fatamorgana tanpa pendengaran yang menyerupai tuli terbaring diatas ranjang yang tiada bertepi.
            Hari ini, orang-orang berkumpul, berkerumun di pelataran rumah aris. Sehingga suasana rumah penuh sesak. Kini aris terbaring tak berdaya diatas alas penantian yang dipagari kedua orang tuanya. Berselimutkan kain yang membungkus sekujur tubuhnya dengan raut wajah yang cerah ditemani dengan senyum keiklasan. Kini aris telah mengahiri hidupnya di bumi yang fana dan nama aris kini tinggal sebuah cerita, dan hanyalah senyuman keramahan serta keiklasan yang terngiang di benah warga.
            Kini aris terbangun dan berdiri disamping jasadnya yang sudah tiada berdaya lemah tanpa kata dan mengucapkan
            “selamat tinggal semuanya….”
            Seuntas cahanya cerah menghampiri aris dan arispun pergi untuk selamanya dengan senyuman yang tertinggal bersama cahaya yang membawaya pergi meninggalkan kegelapan yang tiada pernah akan kembali.

¨    note: Bambang Sutrisno adalah mahasiswa fkip bahasa indonesia unsyiah.

0 komentar:

Posting Komentar